Bagi generasi yang sekarang usianya berkisar 30 tahun ke atas, tentunya masih ingat dongeng sebelum bobok. Tradisi kuno yang dilaksanakan masyarakat hampir di semua belahan dunia. Tradisi yang melahirkan kisah-kisah 1001 malam di Baghdad atau dongeng petualangan “Si Kancil yang Cerdik”yang bersambung hingga beberapa hingga seri.
Di era globalisasi yang semua sudah tersentuh modernisasi terutama digitalisasi ini, dongeng sudah dianggap kuno dan mulai hilang. Di balik hilangnya budaya dongeng sebenarnya muncul dampak-dampak negatif pada masyarakat.
Era globalisasi yang salah satunya marak dengan gawai sahabat anak-anak telah menjadi sebuah racun. Anak-anak sulit dipisahkan dari gawai. Gawai dianggap teman dalam mencari hiburan. Mereka sangat senang mendapatkan informasi dan hiburan secara mudah. Termasuk gawai sudah dapat menggantikan peran budaya dongeng. Melalui gawai dengan fitur-fiturnya yang lengkap, anak merasa mendapatkan kemudahan. Anak-anak dapat menyimak dongeng dengan cara browsing di Youtube. Dongeng tersebut sudah dilengkapi dengan gambar atau visual, tidak hanya tulisan atau gambar. Tidak perlu membaca sendiri karena sudah ada naratornya. Namun, hal ini yang justru melahirkan dampak negatif.
Mari kita cermati bersama- sama!
Pertama, sekarang ini gawai sudah mengambil alih peran orangtua. Ketika orangtua sebagai pembaca dongeng, sebenarnya mempunyai peran sebagai narasumber, filter, dan penyimpul cerita. Amanat cerita pun dapat sampai pada anak sehingga dapat memberikan sumbangsih penanaman karakter. Cara menyampaikannya pun dengan hati dan dapat disesuaikan dengan batasan usianya. Sedangkan dengan gawai anak dapat pilih sesuka hati dan kadang tanpa filter.
Kedua, peran gawai sebenarnya semakin menjauhkan hubungan orangtua dan anak. Orangtua tidak perlu susah payah mendongeng. Padahal, saat mendongeng ada peran perwujudan rasa kasih sayang orangtua kepada anak. Tidak hanya itu, mendongeng juga dapat membuka komunikasi dua arah antara anak dan orangtua. Orangtua pun dapat menunjukkan peranannya untuk mengarahkan mana karakter yang baik dan mana yang kurang tepat dalam dongeng tersebut.
Penanaman nilai-nilai karakter seperti kejujuran, rendah hati, besar hati, percaya diri, tanggung jawab, dan lain-lain banyak kita temukan dalam dongeng. Semua itu akan menjadi unsur -unsur nilai moral dan sosial dalam perkembangan anak. Tentu saja dengan arahan orangtua, pemilihan cerita yang tepat sebagai teladan.
Nah, marilah kembali kita luangkan waktu dan membudayakan dongeng kembali. Kita awali dari lingkungan masing-masing. Bapak/ Ibu guru dapat menyisipkan dalam pembelajaran. Orangtua dapat menyempatkan waktu sore hari atau sebelum bobok. Kita ciptakan pembiasaan membaca dongeng, mendengarkan dongeng, dan penciptaan lingkungan membaca agar habit kegiatan literasi semakin kuat. (@Martini)
Beri Komentar